CITA - CITA
Sebenernya aku hidup tanpa pernah punya cita cita.
Setelah lulus sekolah aku nggak tau pengen jadi apa, pengen kerja apa dan
nggak punya ambisi apapun. Tapi orang tua ku punya, terutama ibuk ku. Dia
pengen aku jadi perawat. Sebenernya jadi perawat nggak bisa jadi kaya raya,
nggak bisa menjamin kemakmuran hidup di atas rata-rata, nggak bisa jalan-jalan
ke luar negeri seminggu sekali. Sederhana, alasan beliau menyukai perawat
adalah karna profesi ini bisa jadi investasi kesehatan di hari tua.
Keahlian perawat dalam merawat nggak bisa di temukan
di semua kalangan. Semua orang bisa merawat, tapi nggak semua orang merawat
memiliki kemampuan implementasi dari dasar science, technology social & empathy
secara bersamaan. Nggak semua orang bisa ngeliat darah dengan volume banyak
tanpa ikut pingsan, nggak semua orang bisa bersihin feses, urin, sputum orang
lain tanpa jijik, nggak semua orang bisa tidur dengan indera yang masih aktif
waspada, nggak semua orang bisa tenang bahkan dalam keadaan gawat darurat dan
banyak alasan lainnya yang nggak bisa di lakukan orang biasa tapi perawat bisa.
Kenapa nggak jadi dokter? Well nggak semua dokter bisa merawat. Karna alasan
logis itulah ibuk ku pengen anaknya jadi perawat. Katanya ini untuk investasi
masa tuanya dan juga sebagai investasi keluarga yang akan ku bangun nantinya.
So karna kebetulan aku juga nggak punya keinginan apapun akhirnya ku putuskan
untuk mewujudkan cita-cita beliau.
Akhirnya aku kuliah, lulus dan jadi perawat.
Ngejalanin sesuatu yang nggak kita mau ternyata berat. Selalu nggak selaras
dengan hati, tapi aku juga nggak tahu hati ini maunya apa? jadi ku
jalani aja apa yang udah di depan mata meski ogah-ogahan.
Saat kuliah aku masih meraba-raba dunia perawat ini,
menjelang akhir kuliah aku mulai menemukan titik terang, mulai tahu mau jadi
apa. Karna udah nyebur di dunia ini jadi sekalian aja tenggelam biar makin pas
aja. Fyi perawat itu nggak se-umum yang di pikirkan orang. Sama seperti
kedokteran, perawat juga di bagi dalam ke-khususan ilmu. Minat ku saat itu
setelah lulus kuliah, mau lanjut sekolah lagi trus setelah itu ambil spesialis
forensik. Jadi perawat forensik. Kedengarannya keren kan? Di dunia perawat
juga ada ranah selibat dengan detektif dan hukum. Tapi masalah nya di indo
hanya ada kedokteran forensik, belum ada sekolah perawat forensik, kuliah nya
harus ke luar negeri. Luar negeri? Aku? Kayaknya nggak bakal bisa deh.
Sebenernya di indo nggak harus jadi perawat ahli forensik baru bisa kerja di
sektor itu. Alasannya tentu sangat jelas, karna nggak banyak orang yang mau
kerja di kamar mayat. Menurut orang lain aku adalah satu dari sekian banyak
manusia aneh di dunia ini, aku aneh hanya karna menggebu-gebu kepengen kerja di
dunia forensik. Di dunia mayat. Di kamar mayat.
Di tengah kegamangan, akhirnya aku sampe kuliah di
stase jiwa. Perawat jiwa. Aku menemukan lagi perasaan menggebu-gebu yang sama
seperti sebelumnya. Aku mau jadi perawat jiwa. Kalo aku nggak bisa jadi perawat
forensik aku harus jadi perawat jiwa. Alasannya sederhana banget, aku jatuh
cinta pada pasien jiwa. Aku jatuh cinta dengan dunia kejiwaan. Saat di stase
jiwa aku ngerasa menemukan arti hidup. Aku menjadi lebih toleran, lebih
bisa memanusiakan manusia. Aku bahkan banyak belajar dari mereka, manusia yang
memiliki perasaan paling sentimentil di dunia fana ini, aku jadi lebih bisa
menghargai hidup. Yang paling penting di dunia kejiwaan ini aku jadi merasa
lebih dekat dengan tuhan. ahh... aku bener-bener jatuh cinta dengan sub spesialis
perawat satu ini.
Akhirnya aku bangga lulus kuliah tanpa harapan kosong.
Lulus kuliah aku sudah punya plan ABC sampe Z. Tapi pertama-tama aku mau take a
rest. Istirahat dulu satu tahun. Alasan kenapa nggak langsung lanjut kuliah
adalah aku mau membalas kerinduan orang tua ku. Aku keluar dari rumah dari usia
15 tahun, sekolah jauh dan jarang pulang ke rumah. Kalo aku mau terus ngejar
sekolah, kapan lagi bisa kumpul bareng orang tua? Kapan lagi bisa bikinin teh
untuk bapak ? Kapan lagi bisa mijetin ibuk sambil nonton sinetron kesukaan nya
? Kapan lagi bisa kondangan sambil gandeng tangan bapak ? Kapan lagi bisa
nemeni ibuk ke pasar milih ikan-ikan segar? Jadi ku pustuskan istirahat setahun
penuh di rumah.
Selama setahun istirahat, aku iseng ikut tes ke Rumah Sakit Marzuki Mahdi Bogor. Salah satu rumah sakit jiwa tertua di indo. Tapi
kurang satu langkah lagi, aku gagal guys. Mungkin karna dasar iseng jadi aku sama
sekali nggak ada persiapan apapun. Nggak belajar sama sekali. Dateng perang
tapi nggak punya amunisi. Well aku nggak berkecil hati karna saat itu status ku
masih istirahat, jadi ku pikir slow aja masih ada hari esok, kalo udah siap
pasti aku serius. Sejurus kemudian dengan modal yang sama isengnya aku lulus
ngikutin rangakaian tes salah satu Rumah Sakit Provinsi. Aku lulus di masa-masa akhir
"peristirahatan" ku. Saat itu aku sudah mulai ngisi formulir
mahasiswa baru, tapi goyah karna godaan pengen nyoba kerja.
Akhirnya setelah perdebatan sengit dengan diri
sendiri, ku putuskan untuk nyoba kerja aja dulu. Bentar aja palingan 6 bulan
deh, pengalaman hidup sayangkan di abaikan. Nanti tinggal resign aja trus
lanjut kuliah. Kalo ada yang nanya "kenapa nggak kerja sambil kuliah aja?
Kan bisa". Untuk orang lain bisa sih, tapi nggak untuk aku. Pertama,
kampus tujuan ku kuliah bersebrangan pulau dengan tempat kerja ku. Kedua, aku
nggak mau kuliah di campuri urusan kerja, nanti kuliahnya cuma 3x masuk ya
dalam satu minggu, nanti tugasnya nitip nama aja sama temen, nanti ini nanti
itu. Nggak! Aku mau kuliah yang bener-bener nimba ilmu di kelas bukan cuma mau
ijazahnya aja. Ilmu itu sebenernya bertebaran di mana-mana tapi aku bukan tipe
yang multitasking yang bisa melakukan segalanya dan nyerap segalanya dalam
waktu yang bersamaan. Aku mau melakukan sesuatu yang nggak bikin stress. Jadi
nggak mau terburu-buru, aku mau enjoy ngejalaninnya. Aku mau menikmati setiap
prosesnya.
Well, aku ngomong cuma 6 bulan mau kerja. Tapi
nyatanya sekarang udah hampir 3 tahun. Aku ngomong mau lanjut kuliah trus lanjut
ambil spesialis, aku ngomong mau jadi perawat forensik, aku ngomong kalo nggak
jadi perawat forensik mau jadi perawat jiwa. Tapi saat ini di sinilah aku
berada. Aku nggak kuliah, aku nggak di kamar mayat, aku juga nggak di rumah
sakit jiwa tapi saat ini aku ada di depan meja operasi. Ya aku jadi perawat
bedah kamar operasi. Spesialis perawat yang sama sekali nggak masuk dalam
rencana hidupku. Kalo boleh jujur, bidang spesialis paling keren di dunia
keperawatan adalah perawat bedah *ada yang bilang kasta perawat paling tinggi adalah perawat bedah dan di sinilah aku sekarang, tanpa rencana
masuk ke dunia bedah tapi malah terdampar di sini. Manusia memang bisa
merencanakan tapi Tuhan lah sang perencana terbaik.
Untuk keinginan ku lainnya bagaimana? Tentu masih ada.
Masih berkobar di hati dan darah yang mengalir di tubuhku. Aku masih bersemangat mewujudkannya. Kan aku bilang "aku jatuh cinta", mana ada orang lupa
jatuh cinta saat masih merasakannya? Hanya waktunya belum ketemu, belum pas,
belum saatnya. Nanti bila tiba saatnya dan bila Tuhan berkehendak pasti akan
terkabulkan. Impian itu pasti akan terkabulkan. Aamiin.
0 komentar:
Posting Komentar