Friend, Young Adult & Marriage
Septia alias Yak.
Jika persahabatan berlangsung lebih dari 7 tahun, Psikolog mengatakan persahabatan itu akan berlangsung seumur hidup *entah psikolog mana haha, anyway faktanya aku dan Yak udah temenan lebih dari 10 tahun dan seakrab itu, yaaa... meskipun sering bertengkar juga, but believe me kita seakrab itu.
Yak
memang kadang muncul kadang hilang, tau-tau udah di Saudi, di Jepang, di Jogja,
di Malaysia dan baru-baru ini muncul di pintu kostku tanpa di undang, pulang
tak di antar 'eh... Bahkan kalo dia lagi free, dalam sebulan kami bisa ketemu hampir 5 kali *Pertemuan yang bisa dibilang cukup sering mengingat pekerjaan kami yang "bersebrangan".
Selama
hidup hampir seperempat abad dan ketemu banyak orang, aku nge-realized bahwa
kebanyakan manusia meyakini modal utama untuk membangun sebuah hubungan
adalah harus punya prinsip yang selaras, tujuan yang sama, sepemikiran dan
harus nyambung. Tapi temenku yang satu ini beda. Yak nggak pernah nuntut
supaya selaras dengannya. She's really like
when we have a different perspective, different opinion, and different choises.
Yak nggak pernah memaksa, she's is really tolerant
person. Yak sering nanya "kalo menurut pendapat mu gimana?".
She know that I’m different. Ini fakta. Pola pikirku sering out of the box, di tambah
lagi aku adalah seorang pengidap Directional Dyslexia dan punya Trust Issue, lengkap sudah keanehanku. Maybe I'am unique, who knows? No one
person is the same, but most people are not unique in terms of their endeavors
and ideas and l know it, tapi masalahnya di dalam kehidupan sosial
nggak semua orang bisa nerima kenyataan itu, mereka mengganggap hal itu aneh
alih-alih unik. But, once again. she's
not like the other people, she let me to break the rules.
Saat
sama temen-temenku yang lain, aku harus ngebuat otakku kerja dua kali lebih
berat untuk nahan imajinasi dan ide-ide aneh
yang sering berontak minta di keluarkan. Aku selalu membatasi pemikiranku yang
hampir selalu tak setuju dengan apapun yang mereka yakini. Meski sering
protes, tapi ketahuilah bahwa kalimat protes di kepalaku berjuta-juta lebih
banyak ketimbang yang dikeluarkan dari mulutku. Beruntungnya aku masih bisa
nge-filter apa yang seharusnya di ungkapkan dan apa yang harusnya di simpan, meski
kadang ada beberapa yang loss. Opini selaras penting dilingkar pertemananku.
Tapi itu nggak berlaku saat aku dengan Septia.
Dalam
dua tahun belakangan ini topik bahasan kami selalu sama, we talk about marriage. Sebenernya aku nggak suka, karna belum
pengen bahas itu, for me marriage is
something complicated and i don't wanna be part of that. Kayak belum
waktunya aja. We're too young to talk
about that. Tapi opiniku itu jauh beda dengan Yak. Yak adalah penganut
paham "wanita sebaiknya menikah di usia 24-25 tahun". Yak selalu
mengagung-agungkan pernikahan seolah salah satu masalah hidup bakal lepas
ketika kamu sudah sah jadi istri orang.
Meski
aku sering males nanggepin, tapi topic discuss kami jadi melulu tentang
pernikahan. Dengan siapa? kapan? bagaimana? etc. Yak bilang pernah di lamar si A si B
si C... tapi meski menggebu-gebu tentang pernikahan, Yak sering mendadak
insecure dan berakhir gagal. We know that
we have to meet the right person, biar nggak beli kucing dalam
karung.
Alasan
kenapa topik pernikahan selalu menyita kerja otak Yak lebih banyak, ku tebak
karna tuntutan. Orang tua Yak selalu menanyakan hal itu, teman-teman seusia
sudah mulai banyak yang menikah, di tambah lagi usia semakin tahun semakin
bertambah. Mungkin karna itulah marriage
jadi penghuni alam bawah sadar Yak, yang perlahan menyusup jadi terror. Orang tua Yak adalah tipe orang tua indonesia pada umumnya dan orang dalam lingkaran kehidupan
kami adalah penganut paham yang sama tentang pernikahan, jadi nggak heran dan
itu di anggap wajar.
Yak
adalah anak yang ribet plus riweh. Sesuatu yang menurut ku simple jadi belibet
kalo Septia yang ngurus. Yak mudah terpengaruh dan punya mood swing yang harus di perhalus lagi, Yak bener-bener definisi
manusia pada "umumnya". Menurutku itu bisa jadi salah satu tolak ukur kesiapan
untuk menikah. Kalo aku boleh ngomong "Yak belum siap untuk commit with somebody". Tapi tentu Yak punya opini berbeda and i don't have
a problem with that. Aku bukan nggak percaya pernikahan. Aku cuma mikir
belum saatnya. Sekali lagi marriage is
something complicated for me. Banyak ketakutan yang jadi dasar kenapa aku
nggak terlalu ngoyo buat nikah saat ini, apalagi di usia sedini ini. 24, 25, 26
is too young for me to get married.
Yak
sering amazed sekaligus nggak setuju
di beberapa bagian mengenai pandanganku tentang pernikahan. Yak sering nanya
"kamu punya rencana masa depan nggak sih? Impian begini begitu, merancang
ini itu?". Aku jawab. Tap kami memang nggak pernah selaras, dia menerima jawabanku dan nggak pernah protes
tentang hal itu dan dia cuma bakal ngomong "Oh, i see..."
Meski
aku sering bosan tapi topik ini memang nggak bisa di hindari mengingat kami
sudah memasuki usia young adult. Itu
wajar. Marriage is one of many topics,
which we have a different perspective. Life is a choice. Kita punya hak
sendiri untuk membangun apa yang kita mau. Yah kecuali kamu sudah menikah, you have to share.
I don't know what i wrote, but to my bestfriend Septia at this september 11th, I wish all the best for ur life, meet the
right person and build ur own family and ur own Happines.
Happy 24 years old yak....
0 komentar:
Posting Komentar